Sabtu, 14 Januari 2012

Dosen STIKIP Kotabaru Pernah Diserbu Warga

Dosen STIKIP Pernah Diserbu Warga
KOTABARU – Kalau selama ini kita meyangkan menjadi seorang dosen itu enak, maka pekerjaan prestius ini bisa menjadi lain ketika dosen tersebut mengajar di daerah rawan perkelahian pemuda, seperti di Kotabaru.

Itu dialami oleh seorang Pembantu Ketua 2 STIKP Paris Barantai Kotabaru, Rony Safriansyah. Kepada Radar Banjarmasin, Rabu (11/01), dia menuturkan kalau sudah berapa kali kampusnya didatangi warga desa Rampa Kotabaru, dengan berbekal senjata tajam.

Masalahnya, katanya, biasa saja, misalnya mahasiswa yang pulang kuliah tiba-tiba menyenggol anak desa denga kendaraan dengan tidak sengaja. Walau anak yang disenggol tadi tidak mengalami luka apa-apa, tapi kesokan harinya orang-orang kampung datang ke kampus sambil berteriak-teriak dan mengancam akan memukul mahasiswa bersangkutan.

Tentu saja kejadian tersebut membuat takut para mahasiswa, dan beberapa dosen-dosen. Namun, Rony yang merupakan putra daerah Kotabaru ini, lantas mengajak para warga tadi berbicara baik-baik di dalam ruangan. Dan setelah melakukan pendekatan yang sifatnya personal serta simpatik, warga yang marah dan membawa sajam tadi akhirnya meminta maaf dan memilih pulang.

“Sudah demikian keadaan warrga disini. Itu hanya merupakan kebiasaan saja, dimana mereka ketika menyelesaikan masalah lebih senang dengan cara-cara fisik. Saya sebagai putra daerah sangat memaklumi hal tersebut. Sebenarnya mereka tidak semenakutkan apa yang kita bayangkan, asal kita bisa bersikap sesuai dengan jalur psikis mereka, maka masalah akan selesai dengan damai,” ujarnya memamparkan.

Disisi lain, dia tidak menyalahkan sikap masyarakat yang “keras” itu. Mungkin keadaan tersebut juga disebabkan, salah satunya, adalah faktor SDM masyarakat sendiri. “Mereka bisa kok diajak kerjasama. Bahkan ketika kami adakan acara agama, mereka datang dan bersikap sangat baik,” ujarnya.

Dari itu dia juga bersukur, karena sebagai putra daerah, dia bisa menyaksikan bagaimana perubahan masyarakat selama kampus berdiri. Dampak yang paling dirasakan adalah berkurangnya pemuda yang suka mabuk-mabukan di jalan malam hari, dimana salah satu penyebabnya adalah banyaknya mahasiswa yang kos di sekitar rumah penduduk.

Kalau dulu, kata Imah (35), hampir tiap malam para pemuda desa pasti mabuk-mabukan, sekarang setelah STIKIP berdiri peristiwa demikan jarang terjadi. Memang dari pantauan Radar Banjarmasin sendiri, masih ada beberapa pemuda desa yang menghisap lem castol untuk mabuk-mabukan, dan itu dilakukan di areal kampus. Hanya penduduk, memastikan bahwa kenyataan itu tidak separah sebelum adanya STIKIP.

Rony sendiri sangat berhapar kedepannya msyarakat, utamanya pemuda sekitar, bisa terus mengalami perubahan-perubahan ke arah yang lebih positif. Memang, tambahnya, semua itu tidak bisa instan, kita perlu waktu, karena mendidik dan membangun masyarakat perlu waktu dan sikap yang konsisten dari semua elemen masyarakat. (mr-119)

1 komentar: